PEMBAHASAN
1. Surat Al-Maidah Ayat 6
“Hai orang-orang
yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit
atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah
yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak
hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan
ni'mat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur” (QS Al-Maidah 5: 6).
Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan
tentang kedudukan dan cara bersuci. Bersuci atau disebut juga thaharah untuk
melaksanakan shalat.
2.
Pengertian Thaharah
Thaharah
berarti bersih ( nadlafah ), suci ( nazahah ) terbebas ( khulus ) dari kotoran
( danas ). Secara bahasa, ath-thaharah maknanya ialah kesucian dan kebersihan
dari segala yang tercela, baik dhahir maupun batin, sedangkan makna
ath-thaharah secara syara’ ialah
hilangnya perkara yang menghalangi sahnya shalat dengan air dan
debu (tanah) yang suci lagi menyucikan dengan tata cara yang telah ditentukan
oleh syari’at. Thaharah syara’ terbagi menjadi dua yaitu thaharah
dari hadats dan thaharah dari najis. Thaharah dari hadats
adalah dengan wudu, mandi, atau tayamum. Thaharah dari najis adalah
menghilangkan najis dengan air yang suci, baik dari pakaian orang yang hendak
salat, badan, ataupun tempat salatnya.
3.
Thaharah Dari Hadats
Thaharah dari hadats ada tiga macam yaitu wudhu’, mandi, dan tayammum. Alat yang digunakan untuk bersuci adalah air mutlak untuk wudhu’ dan mandi, tanah yang suci untuk tayammum.
Thaharah dari hadats ada tiga macam yaitu wudhu’, mandi, dan tayammum. Alat yang digunakan untuk bersuci adalah air mutlak untuk wudhu’ dan mandi, tanah yang suci untuk tayammum.
A.Wudhu’
Menurut bahasa
wudhu’ ialah perbuatan menggunakan air pada anggota tubuh tertentu. Dalam
istilah syara’ wudhu’ ialah perbuatan tertentu yang dimulai dengan niat.
v Fardhu
wudhu’ yaitu :
1. Niat
1. Niat
2. Membasuh muka
3. Membasuh kedua tangan hingga siku
4. Menyapu sebagian kepala
5. Membasuh kaki hingga mata kaki
6. Tertib
6. Tertib
v Sunat wudhu’
yaitu :
1. Membaca basmalah pada awalnya
2. Membasuh ke dua telapak tangan sampai ke pergelangan sebanyak tiga kali, sebelum berkumur-kumur, walaupun diyakininya tangannya itu bersih
3. Madmanah, yakni berkumur-kumur memasukan air ke mulut sambil mengguncangkannya lalu membuangnya.
4. Istinsyaq, yakni memasukan air ke hidung kemudian membuangnya
5. Meratakan sapuan keseluruh kepala
6. Menyapu kedua telinga
7. Menyela-nyela janggut dengan jari
8. Mendahulukan yang kanan atas yang kiri
9. Melakukan perbuatan bersuci itu tiga kali
10. Muwalah, yakni melakukan perbuatan tersebut secara beruntun
11. Menghadap kiblat
12. Mengosok-gosok anggota wudhu’ khususnya bagian tumit
13. Menggunakan air dengan hemat.
1. Membaca basmalah pada awalnya
2. Membasuh ke dua telapak tangan sampai ke pergelangan sebanyak tiga kali, sebelum berkumur-kumur, walaupun diyakininya tangannya itu bersih
3. Madmanah, yakni berkumur-kumur memasukan air ke mulut sambil mengguncangkannya lalu membuangnya.
4. Istinsyaq, yakni memasukan air ke hidung kemudian membuangnya
5. Meratakan sapuan keseluruh kepala
6. Menyapu kedua telinga
7. Menyela-nyela janggut dengan jari
8. Mendahulukan yang kanan atas yang kiri
9. Melakukan perbuatan bersuci itu tiga kali
10. Muwalah, yakni melakukan perbuatan tersebut secara beruntun
11. Menghadap kiblat
12. Mengosok-gosok anggota wudhu’ khususnya bagian tumit
13. Menggunakan air dengan hemat.
Terdapat tiga pendapat mengenai kumur – kumur dan menghisap air di dalam wudhu’ yaitu :
1. Kedua perbuatan itu hukumnya sunah. Ini merupakan pendapat Imam Malik, asy- Syafi’I dan Abu hanifah.
2. Keduanya fardhu’ , di dalam wudhu’. Dan ini perkataan Ibnu abu Laila dan kelompoka murid Abu Daud
3. Menghisap air adalah fardhu’, dan berkumur-kumur adalah sunah. Ini adalah pendapat Abu Tsaur, aabu Ubadah dan sekelompok ahli Zahir.
Dalam wudhu’ terdapat niat. Ada beberapa pendapat
mengenainya. Sebagian Ulama amshar berpendapat bahwa niat itu menjadi syarat
sahnya wudhu’ , mereka adlah Ima as- syafi’I, Malik, Ahmad, Abu Tsaur, dan
Daud. Sedang Fuqoha lainnya berpendapat bahwa niat tidak menjadi syarat sahnya
wudhu’ . Mereka adalah abu Hanifah, dan Ats- sauri
v Hal- hal
yang mebatalkan wudhu’ :
1. Keluar sesuatu dari qubul atau dubur, berupa apapun , benda padat atau cair, angin. Terkecuali maninya sendiri baik yang biasa maupun tidak, keluar sendirinya atau keluar daripadanya.
1. Keluar sesuatu dari qubul atau dubur, berupa apapun , benda padat atau cair, angin. Terkecuali maninya sendiri baik yang biasa maupun tidak, keluar sendirinya atau keluar daripadanya.
2. Tidur, kecuali duduk dalam keadaan mantap. Tidur
merupakan kegiatan yang tidak kita sadari, maka lebih baik berwudhu’ lagi
karena dikhawatirkan pada saat tidur ( biasanya ) dari duburnya akan keluar
sesuatu tanpa ia sadari.
3. Hilang akal, dengan sebab gila, mabuk, atau lainnya. Batalnya wudhu’ dengan hilangnya akal adalah berdasarkan qiyas kepada tidur, dengan kehilangan kesadaran sebagai persamaannya.
4. Bersentuh kulit laki-laki dan perempuan. Diantaranya pada sentuhan :
• Antara kulit dengan kulit
• Laki- laki dan perempuan yang telah mencapai usia syahwat
• Diantara mereka tidk ada hubungan mahram
• Sentuhan langsung tanpa alas atau penghalang
5. Menyentuh kemaluan dengan telapak tangan tanpa alas.
3. Hilang akal, dengan sebab gila, mabuk, atau lainnya. Batalnya wudhu’ dengan hilangnya akal adalah berdasarkan qiyas kepada tidur, dengan kehilangan kesadaran sebagai persamaannya.
4. Bersentuh kulit laki-laki dan perempuan. Diantaranya pada sentuhan :
• Antara kulit dengan kulit
• Laki- laki dan perempuan yang telah mencapai usia syahwat
• Diantara mereka tidk ada hubungan mahram
• Sentuhan langsung tanpa alas atau penghalang
5. Menyentuh kemaluan dengan telapak tangan tanpa alas.
B. Mandi ( Al – Ghusl )
Menurut bahasa mandi di sebut al- ghasl atau al- ghusl yang berarti mengalirnya air pada sesuatu. Sedangkan di dalam syara’ mandi ialah mengalirnya air keseluruh tubuh disertai dengan niat.
Menurut bahasa mandi di sebut al- ghasl atau al- ghusl yang berarti mengalirnya air pada sesuatu. Sedangkan di dalam syara’ mandi ialah mengalirnya air keseluruh tubuh disertai dengan niat.
v Fardhu’ mandi yaitu :
1.
Niat.
Niat tersebut harus pula di lakukan serentak dengan
basuhan pertama. Niat dianggap sah dengan berniat untuk mengangkat hadats
besar, hadats , janabah, haidh, nifas, atau hadats lainnya dari seluruh
tubuhnya, untuk membolehkannya shalat.
2. Menyapukan
air keseluruh tubuh, meliputi rambut, dan permukaan kulit. Dalam hal membasuh
rambut, air harus sampai ke bagian dalam rambut yang tebal. Sanggul atau
gulungan rambut wajib dibuka. Akan tetapi rambut yang menggumpal tidak wajib di
basuh bagian dalamnya.
v Sunat mandi
yaitu :
1. Membaca basmalah
2. Membasuh tangan sebelum memasukannya ke dalam bejana
3. Bewudhu’ dengan sempurna sebelum memulai mandi
4. Menggosok seluruh tubuh yang terjangkau oleh tangannya
5. Muwalah
6. Mendahulukan menyiram bagian kanan dari tubuh
7. Menyiram dan menggosok badan sebanyak- banyaknya tiga kali
1. Membaca basmalah
2. Membasuh tangan sebelum memasukannya ke dalam bejana
3. Bewudhu’ dengan sempurna sebelum memulai mandi
4. Menggosok seluruh tubuh yang terjangkau oleh tangannya
5. Muwalah
6. Mendahulukan menyiram bagian kanan dari tubuh
7. Menyiram dan menggosok badan sebanyak- banyaknya tiga kali
v Sebab –sebab
yang mewajibkannya mandi :
1. Mandi karena bersenggama
2. Keluar mani
3. Meninggal, kecuali mati sahid
4. Haidh dan nifas
5. Waladah ( melahirkan ). Perempuan diwajibkan mandi setelah melahirkan, walaupun ’ anak ‘ yang di lahirkannya itu belum sempurna. Misalnya masih merupakan darah beku ( alaqah ), atau segumpal daging ( mudghah ).
1. Mandi karena bersenggama
2. Keluar mani
3. Meninggal, kecuali mati sahid
4. Haidh dan nifas
5. Waladah ( melahirkan ). Perempuan diwajibkan mandi setelah melahirkan, walaupun ’ anak ‘ yang di lahirkannya itu belum sempurna. Misalnya masih merupakan darah beku ( alaqah ), atau segumpal daging ( mudghah ).
C. Tayammum
Tayammum menurut bahasa ialah menyengaja. Menurut istilah syara’ tayammum ialah menyapukan tanah atau debu ke wajah dan tangan dengan beberapa syarat dan ketentuan .
Tayammum menurut bahasa ialah menyengaja. Menurut istilah syara’ tayammum ialah menyapukan tanah atau debu ke wajah dan tangan dengan beberapa syarat dan ketentuan .
v Syarat-syarat
tayammum yaitu :
1. Ada uzur, sehingga tidak dapat menggunakan air. Uzur mengunakan air itu terjadi dikarenakan sedang dalam perjalanan ( safir ), sakit, dan hajat. Ada beberapa kriteria musafir yang diperkenankan bertayammum, yaitu :
a. ia yakin bahwa disekitar tempatnya itu benar-benar tidak ada air maka ia boleh langsung bertayammum tanpa harus mencari air lebih dulu.
b. ia tidak yakin, tetapi ia menduga disana mungkin ada air tetapi mungkin juga tidak. Pada keadaan demikian ia wajib lebih dulu mencari air di tempat- tempat yang dianggapnya mungkin terdapat air.
c. ia yakin ada air di sekitar tempatnya itu. Tetapi menimbang situasi pada saat itu tempatnya jauh dan dikhawatirkan waktu shalat akan habis dan banyaknya musafir yang berdesakan mengambil air, maka ia diperbolehkan bertayammum.
2. Masuk waktu shalat
3. Mencari air setelah masuk waktu shalat, dengan mempertimbangkan pembahasan no I
4. Tidak dapat menggunakan air dikarenakan uzur syari’ seperti takut akan pencuri atau ketinggalan rombongan.
5. Tanah yang murni ( khalis ) dan suci. Tayammum hanya sah dengan menggunakan ‘turab’ , tanah yang suci dan berdebu. Bahan-bahan lainnya seperti semen, batu, belerang, atau tanah yang bercampur dengannya, tidak sah dipergunakan untuk bertayammum.
1. Ada uzur, sehingga tidak dapat menggunakan air. Uzur mengunakan air itu terjadi dikarenakan sedang dalam perjalanan ( safir ), sakit, dan hajat. Ada beberapa kriteria musafir yang diperkenankan bertayammum, yaitu :
a. ia yakin bahwa disekitar tempatnya itu benar-benar tidak ada air maka ia boleh langsung bertayammum tanpa harus mencari air lebih dulu.
b. ia tidak yakin, tetapi ia menduga disana mungkin ada air tetapi mungkin juga tidak. Pada keadaan demikian ia wajib lebih dulu mencari air di tempat- tempat yang dianggapnya mungkin terdapat air.
c. ia yakin ada air di sekitar tempatnya itu. Tetapi menimbang situasi pada saat itu tempatnya jauh dan dikhawatirkan waktu shalat akan habis dan banyaknya musafir yang berdesakan mengambil air, maka ia diperbolehkan bertayammum.
2. Masuk waktu shalat
3. Mencari air setelah masuk waktu shalat, dengan mempertimbangkan pembahasan no I
4. Tidak dapat menggunakan air dikarenakan uzur syari’ seperti takut akan pencuri atau ketinggalan rombongan.
5. Tanah yang murni ( khalis ) dan suci. Tayammum hanya sah dengan menggunakan ‘turab’ , tanah yang suci dan berdebu. Bahan-bahan lainnya seperti semen, batu, belerang, atau tanah yang bercampur dengannya, tidak sah dipergunakan untuk bertayammum.
v Rukun
tayammum, yaitu :
1. Niat istibahah ( membolehkan ) shalat atau ibadah lain yang memerlukan thaharah, seperti thawaf, sujud tilawah, dan lain sebagainya. Niat ini serentak dengan pekerjaan pertama tayammum, yaitu ketika memindahkan tanah atau debu ke wajah.
2. Menyapu wajah
1. Niat istibahah ( membolehkan ) shalat atau ibadah lain yang memerlukan thaharah, seperti thawaf, sujud tilawah, dan lain sebagainya. Niat ini serentak dengan pekerjaan pertama tayammum, yaitu ketika memindahkan tanah atau debu ke wajah.
2. Menyapu wajah
3.Menyapu kedua tangan.
4. Tertib , yakni mendahulukan wajah daripada tangan .
4. Tertib , yakni mendahulukan wajah daripada tangan .
v Sunat
tayammum yaitu :
1. Membaca basmalah pada awalnya
2. Memulai sapuan dari bagian atas wajah
3. Menipiskan debu di telapak tangan sebelum menyapukannya
4. Meregangkan jari-jari ketika menepukannya pertama kali ke tanah
5. Mandahulukan tangan kanan dari tangan kiri
6. Menyela nyela jari setelah menyapu kedua tangan
7. Tidak mengangakat tangan dari anggota yang sedang disapu sebelum selesai menyapunya
8. Muwalah.
1. Membaca basmalah pada awalnya
2. Memulai sapuan dari bagian atas wajah
3. Menipiskan debu di telapak tangan sebelum menyapukannya
4. Meregangkan jari-jari ketika menepukannya pertama kali ke tanah
5. Mandahulukan tangan kanan dari tangan kiri
6. Menyela nyela jari setelah menyapu kedua tangan
7. Tidak mengangakat tangan dari anggota yang sedang disapu sebelum selesai menyapunya
8. Muwalah.
v Hal –hal
yang membatalkan tayammum , yaitu semua yang membatalkan wudhu’ , melihat air
sebelum melakukan sholat, dan murtad.
4.
Thaharah Dari Najis
Menurut
syara’ najis ialah suatu benda yang kotor, misalnya:
1. Bangkai,
kecuali manusia, ikan dan belalang;
2. Darah;
3. Nanah;
4. Segala
sesuatu yang keluar dari kubul dan dubur;
5. Anjing
dan babi;
6. Minuman
keras seperti arak dan sebagainya;
7. Bagian anggota
badan binatang yang terpisah karena dipotong dan sebaganya selagi masih hidup.
A.
Pembagian Najis
Najis itu
dapat dibagi 3 bagian:
1. Najis
Mukhaffafah (ringan) ialah air kencing bayi laki-laki yang belum berumur 2
tahun dan belum pernah makan sesuatu kecuali air susu ibunya.
2. Najis
Mughallazhah (berat) ialah najis anjing dan babi dan keturunannya.
3. Najis
Mutawassithah (sedang) ialah najis yang selain dari dua najis tersebut diats,
seperti segala sesuatu yang keluar dari kubul dan dubur manusia dan binatang,
kecuali air mani, barang cair yang memabukkan, susu hewan yang tidak halal
dimakan, bangkai, juga tulang dan bulunya, kecuali bangkai-bangkai manusia dan
ikan serta belalang.
Najis
Mutawassithah dibagi menjadi dua:
1. Najis
‘ainiyah ialah najis yang berwujud, yakni yang nampak atau dapat dilihat.
2. Najis
hukmiyah, ialah najis yang tidak kelihatan bendanya, seperti bekas kencing,
atau arak yang sudah kering dan sebagainya.
B. Cara
Menghilangkan Najis
1. Barang
yang kena najis mughallazhah seperti jilatan anjing atau babi,wajib dibasuh
tujuh kali dan salah satu diantaranya dengan air yang bercampur tanah.
2. Barang
yang terkena najis mukhaffafah, cukup diperciki air pada tempat najis itu.
3. Barang
yang terkena najis mutawassithah dapat suci dengan cara dibasuh sekali, asal
sifat-sifat najisnya (warna, bau dan rasanya) itu hilang. Adapun dengan cara
tiga kali cucian atau siraman itu lebih baik.
Jika najis
hukmiyah cara menghilangkannya cukup dengan mengalirkan air saja pada najis
tadi.
C. Najis
Yang Dimaafkan (Ma’fu)
Najis yang
dimaafkan artinya tak usah dibasuh atau dicuci, misalnya najis bangkai hewan
yang tidak mengalir darahnya, darah atau nanah yang sedikit, debu dan air
lorong-lorong yang memercik sedikit yang sukar menghindarkannya.
Adapun tikus
atau cecak yang jatuh kedalam minyak atau makanan yang beku, dan ia mati
didalamnya, maka makanan yang wajib dibuang itu atau minyak yang wajib dibuang
itu, ialah makanan atau minyak yang dikenainya itu saja. Sedang yanglain boleh
dipakai kembali. Bila minyak atau makanan yang dihinggapinya itu cair, maka
semua makanan atau minyak itu hukumnya najis. Karena yang demikian itu tidak
dapat dibedakan mana yang kena najis dan mana yang tidak.
5. Sarana
Untuk Berthaharah
A. Air
Air yang untuk bersuci;
1. Air yang turun dari langit, contohnya air hujan, air es,embun dsb. Dasar hukumnya; “ Allah turunkan dari langit air yang sangat bersih untuk bersuci. ( QS Al Anfal;11 ).
2. Air yang keluar dari dalam bumi, contohnya air laut, air sumur, air sungai, air dari mata air. Dalil; “ Karena laut itu sangat suci airnya dan halal bangkainya. ( Hadits Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’I, Ibnu Majah dan Ahmad )
Pembagian/ klasifikasi air:
1. Air suci lagi mensucikan ( Thahir Muthahhir ) adalah Air mutlak, yaitu air yang masih tetap pada sifat keasliannya sebagaimana yang diciptakan Allah swt ( HR Bukhari ). Misalnya: Air Sumur, Air Hujan, Air Sungai, dll.
2. Air suci mensucikan tetapi makruh ( Thahir Muthahhir Makruh ) adalah Air musyammas, yaitu air yang terkena panas matahari.Air ini akan menjadi makruh bila;
1. Air yang turun dari langit, contohnya air hujan, air es,embun dsb. Dasar hukumnya; “ Allah turunkan dari langit air yang sangat bersih untuk bersuci. ( QS Al Anfal;11 ).
2. Air yang keluar dari dalam bumi, contohnya air laut, air sumur, air sungai, air dari mata air. Dalil; “ Karena laut itu sangat suci airnya dan halal bangkainya. ( Hadits Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’I, Ibnu Majah dan Ahmad )
Pembagian/ klasifikasi air:
1. Air suci lagi mensucikan ( Thahir Muthahhir ) adalah Air mutlak, yaitu air yang masih tetap pada sifat keasliannya sebagaimana yang diciptakan Allah swt ( HR Bukhari ). Misalnya: Air Sumur, Air Hujan, Air Sungai, dll.
2. Air suci mensucikan tetapi makruh ( Thahir Muthahhir Makruh ) adalah Air musyammas, yaitu air yang terkena panas matahari.Air ini akan menjadi makruh bila;
Ø jika berada di negeri yang sangat panas,
Ø jika air itu diletakkan di bejana logam
selain logam emas dan perak, seperti besi, tembaga dan logam apapun yang bisa
ditempa,
Ø jika air itu digunakan pada tubuh manusia
atau binatang (Dari Umar r.a, As Syafi’i)
3. Air suci tapi tidak mensucikan (
Thahir Ghoiru Muthahhir ). Adalah air sedikit yang sudah digunakan untuk
bersuci yang fardhu. ( Bukhari, Muslim ).
4. Air terkena najis ( Mutanajis ), yaitu air yang kemasukan najis. Air ini terbagi menjadi dua macam:
a. air sedikit, yaitu yang kurang dari 2 kulah. Air ini akan otomatis menjadi
najis, begitu kemasukan najis meskipun sedikit dan tidak merubah sifat-sifat air seperti warna, bau dan rasa. ( HR Muslim, Kitab Al Khamis ). Ukuran 2 kulah= 60cm x 60cm x 60 cm.
b. air banyak, yaitu air 2 kulah atau lebih. Air ini tidak otomatis menjadi najis jika kemasukan najis. Air ini baru menjadi najis, jika najis tersebut mampu merubah salah satu sifat-sifat dasar air yang tiga yaitu warna, rasa atau baunya. ( Ibnu Mundzir, Imam Nawawi )
4. Air terkena najis ( Mutanajis ), yaitu air yang kemasukan najis. Air ini terbagi menjadi dua macam:
a. air sedikit, yaitu yang kurang dari 2 kulah. Air ini akan otomatis menjadi
najis, begitu kemasukan najis meskipun sedikit dan tidak merubah sifat-sifat air seperti warna, bau dan rasa. ( HR Muslim, Kitab Al Khamis ). Ukuran 2 kulah= 60cm x 60cm x 60 cm.
b. air banyak, yaitu air 2 kulah atau lebih. Air ini tidak otomatis menjadi najis jika kemasukan najis. Air ini baru menjadi najis, jika najis tersebut mampu merubah salah satu sifat-sifat dasar air yang tiga yaitu warna, rasa atau baunya. ( Ibnu Mundzir, Imam Nawawi )
5. Air yang diperoleh dengan cara mencuri / ghasab (merampas), atau minta
izin terlebih dahulu kepada pemiliknya. Air semacam ini haram hukumnya untuk
dipergunakan.
B. Tanah
yang Suci atau Pasir atau Batu atau Tanah yang Berair
Tidak ada komentar:
Posting Komentar